Читаем Laskar Pelangi полностью

Kulihat tangan para peserta lain mulai meraba tombol di depan mereka, siap menyalak. Sahara kelihatan pucat, seperti orang bingung. Ia yang telah ditugasi dan dilatih khusus memencet tombol sedikit pun tak mampu mendekatkan jarinya ke benda bulat itu. Ia sudah pasrah atas kemungkinan kalah mutlak. Sahara mengalami demam panggung tingkat gawat. Sementara otakku tak bisa lagi dipakai untuk berpikir. Keributan yang terjadi ketika peserta lain mencoba-coba tombol dan mikrofon terdengar bagaikan teror bagi kami. Kami tak sedikit pun mencoba benda-benda itu. Kami sudah kalah sebelum bertanding. Para pendukung Muhammadiyah membaca kegentaran kami. Mereka tampak prihatin. Suasana semakin tegang ketika ketua dewan juri bangkit dari tempat duduknya, memperkenalkan diri, dan menyatakan lomba dimulai. Jantungku berdegup kencang, Sahara pucat pasi, dan Lintang tetap diam misterius, ia bahkan memalingkan wajah keluar melalui jendela.

Dan inilah detik-detik kebenaran itu. Pertanyaan ditujukan kepada semua peserta yang harus berlomba cepat memencet tombol agar dapat menjawab dan jika keliru akan kena denda. Aku tak berani melihat para penonton. Dan Bu Mus tak berani melihat wajah kami. Wajahnya dipalingkan ke lampu besar di tengah ruangan yang berjuntai-juntai laksana raja gurita. Baginya ini adalah peristiwa terpenting selama lima belas tahun karier mengajarnya. Beliau benar-benar menginginkan kami menang dalam lomba ini, karena beliau tahu lomba ini sangat penting artinya bagi sekolah kampung seperti Muhammadiyah. Wajahnya kusut menanggung beban, mungkin beliau juga telah bosan bertahun-tahun selalu diremehkan. Tak lama kemudian seorang wanita anggun yang bergaun jas cantik berwarna merah muda berdiri. Beliau meminta penonton agar tenang karena beliau akan mengajukan pertanyaan. Suaranya indah, bertimbre berat, dan tegas seperti penyiar RRI. Wanita itu mendekatkan wajahnya pada mikrofon dan menegakkan lembaran kertas di depannya seperti orang akan membaca Pancasila. Detik-detik kebenaran yang hakiki dan mencemaskan tergelar di depan kami. Seluruh peserta memasang telinga baik-baik, siap menyambar tombol, dan siaga mendengar berondongan pertanyaan. Suasana mencekam .... Pertanyaan pertama bergema.

“la seorang wanita Prancis, antara mitos dan realita…”

Kring! Kriiiiiiiingggg! Kriiiiiiiiiiiiinnnggggg!

Wanita anggun itu tersentak kaget karena pertanyaannya secara mendadak dipotong oleh suara sebuah tombol meraung-raung tak sabar. Aku dan Sahara juga terperanjat tak alang kepalang karena baru saja sepotong lengan kasar dengan kecepatan kilat menyambar tombol di depan kami, tangan Lintang!

"Regu F!" kata seorang pria anggota dewan juri lainnya. Wajahnya seperti almarhum Benyamin S. Ia memakai jas dan dasi kupukupu.

"Joan D'Arch, Loire Valley, France!" jawab Lintang membahana, tanpa berkedip, tanpa keraguan sedikit pun, dengan logat Prancis yang sengau-sengau aduhai.

"Seratusss!" Benyamin S. tadi membalas disambut tepuk tangan gemuruh para penonton. Kulihat bendera Muhammadiyah berkibar-kibar.

"Pertanyaan kedua: Terjemahkan dalam kalimat integral dan hitung luas wilayah yang dibatasai oleh y = 2x dan x = 5." Lintang kembali menyambar tombol secepat kilat dan jawabannya serta-merta memecah ruangan.

"Integral batas 5 dan 0, 2x minus x kali dx, hasilnya: dua belas koma lima!"

Luar biasa! tanpa ada kesangsian, tanpa membuat catatan apa pun, kurang dari 5 detik, tanpa membuat kesalahan sedikit pun, dan nyaris tanpa berkedip.

"Seratussssss!" lengking Benyamin S.

Mendengar lengkingan Benyamin S. pendukung kami melonjak-lonjak seperti orang kesurupan. Suara mereka riuh rendah laksana kawanan kumbang kawin. Flo melompat-lompat sambil mengeluarkan jurus-jurus kick boxing.

"Pertanyaan ketiga: Hitunglah luas dalam jarak integral 3 dan 0

untuk sebuah fungsi 6 plus 5x minus x pangkat 2 minus 4x."

Lintang memejamkan matanya sebentar, ia tak membuat catatan apa pun, semua orang memandangnya dengan tegang, lalu kurang dari 7 detik kembali ia melolong.

"Tigabelas setengah!"

Tak sebiji pun meleset, tak ada ketergesa-gesaan, tak ada keraguan sedikit pun.

Перейти на страницу:

Все книги серии Laskar Pelangi

Похожие книги

Вдребезги
Вдребезги

Первая часть дилогии «Вдребезги» Макса Фалька.От матери Майклу досталось мятежное ирландское сердце, от отца – немецкая педантичность. Ему всего двадцать, и у него есть мечта: вырваться из своей нищей жизни, чтобы стать каскадером. Но пока он вынужден работать в отцовской автомастерской, чтобы накопить денег.Случайное знакомство с Джеймсом позволяет Майклу наяву увидеть тот мир, в который он стремится, – мир роскоши и богатства. Джеймс обладает всем тем, чего лишен Майкл: он красив, богат, эрудирован, учится в престижном колледже.Начав знакомство с драки из-за девушки, они становятся приятелями. Общение перерастает в дружбу.Но дорога к мечте непредсказуема: смогут ли они избежать катастрофы?«Остро, как стекло. Натянуто, как струна. Эмоциональная история о безумной любви, которую вы не сможете забыть никогда!» – Полина, @polinaplutakhina

Максим Фальк

Современная русская и зарубежная проза
Последний
Последний

Молодая студентка Ривер Уиллоу приезжает на Рождество повидаться с семьей в родной город Лоренс, штат Канзас. По дороге к дому она оказывается свидетельницей аварии: незнакомого ей мужчину сбивает автомобиль, едва не задев при этом ее саму. Оправившись от испуга, девушка подоспевает к пострадавшему в надежде помочь ему дождаться скорой помощи. В суматохе Ривер не успевает понять, что произошло, однако после этой встрече на ее руке остается странный след: два прокола, напоминающие змеиный укус. В попытке разобраться в происходящем Ривер обращается к своему давнему школьному другу и постепенно понимает, что волею случая оказывается втянута в давнее противостояние, длящееся уже более сотни лет…

Алексей Кумелев , Алла Гореликова , Игорь Байкалов , Катя Дорохова , Эрика Стим

Фантастика / Современная русская и зарубежная проза / Постапокалипсис / Социально-психологическая фантастика / Разное