Aktivitas Societeit sangat padat. Mereka melakukan ekspedisi ke daerah-daerah angker, menyelidiki kejadian-kejadian mistik, berdiskusi dengan para spiritual di seantero Belitong, dan memetakan mitologi lokal, baik Folklor maupun urban legend dalam suatu mitografi yang menarik. Dalam banyak sisi dapat dianggap bahwa para anggota Societeit sesungguhnya adalah orang-orang pemberani yang sangat penasaran ingin membongkar rahasia fenomena ganjil dan memiliki skeptisisme yang tak mau dikompromikan. Jika belum melihat dan merasakan sendiri, mereka tak 'kan percaya.
Societeit dengan brilian telah mengadopsi sosok Limpai yang mistis sebagai metafora sehingga mereka bisa disebut orang-orang antusias, ilmuwan, orang gila, atau musyrikin tergantung sudut pandang setiap orang menilainya. Sama seperti perbedaan perspektif setiap orang dalam memaknai Limpai.
Dalam pembuktiannya terhadap fenomena paranormal mereka sering menggunakan metode ilmiah sehingga mereka dapat juga disebut sebagai ilmuwan — tentu saja ilmuwan dalam definisi mereka sendiri. Ke arah inilah Mahar telah berkembang, bukan ke arah pencapaian-pencapaian seni yang seharusnya menjadi rencana A baginya, dan dengan kehadiran Flo, kesia-siaan bakat itu semakin menjadi-jadi.
Dalam menjalankan tugas sintingnya mereka melengkapi diri dengan perangkat elektronik, misalnya beragam alat perekam audio video, perangkat-perangkat sensor, dan berbagai jenis teropong. Di bawah supervisi mahasiswa elektro yang drop out itu mereka merakit sendiri detektor medan elektromagnet yang dapat membaca gelombang area observasi dalam kisaran 2 sampai 7 miligauss karena mereka yakin aktivitas kaum lelembut berada dalam kisaran tersebut. Mereka juga menciptakan sensor frekuensi yang dapat mengenali frekuensi sangat rendah sampai di bawah 60 hertz karena menurut akal sesat mereka dalam frekuensi itulah kaum setan alas sering berbicara. Selain semua elektronik yang canggih itu pada setiap ekspedisi mereka juga membekali diri dengan kemenyan, gaharu, jimat telur biawak, buntat3, dan penangkal bala, serta seekor ayam kate kampung karena seekor ayam dianggap paling cepat tanggap kalau iblis mendekat.
Mereka secara rutin berkelana. Suatu ketika mereka memasuki Hutan Genting Apit, tempat paling angker di Belitong. Hutan ini menyimpan ribuan cerita seram dan yang paling menonjol adalah fenomena ectoplasmic mist yakni kabut yang bercengkerama sendiri dan secara alamiah — atau mungkin setanlah — membentuk wujudwujud tertentu seperti manusia, hewan, atau raksasa. Tak jarang bentuk-bentuk ini tertangkap kamera film biasa. Para pengendara yang melalui kawasan ini sangat disarankan untuk tidak melirik kaca spion karena hantu-hantu penghuni iembah ini biasa menumpang sebentar di jok belakang.
Di lembah ini mereka memasang alat-alat elektronik tadi di cabang-cabang pohon untuk mendeteksi gerakan, suara, dan bentuk-bentuk tak biasa lalu menganalisisnya. Kemudian Genting Apit menjadi semacam laboratorium alam bagi Societeit. Tempat yang selalu dihindari orang mereka kunjungi seumpama orang piknik ke pantai saja.
Tak ayal Societeit juga mendatangi kuburan-kuburan keramat, bermalam di lokasi-lokasi yang terkenal keseramannya, mengumpulkan cerita-cerita takhayul, dan mencari benda-benda magis pusaka warisan antah berantah. Mereka diam di tempat yang ditinggalkan orang karena takut, mereka justru menunggu makhluk-makhluk halus yang membuat orang lain terbirit-birit. Semakin lama Societeit semakin bergairah dengan aktivitasnya meskipun di sisi lain masyarakat juga semakin mencemooh mereka. Mereka dianggap orangorang aneh yang menghambur-hamburkan waktu untuk hal-hal tak bermanfaat.
Tak semua kegiatan Societeit tak berguna. Adakalanya pendekatan ilmiah mereka malah mampu mematahkan mitos. Misalnya dalam kasus api anggun di atas sebatang pohon jemang besar. Telah puluhan tahun berlangsung para pengendara sering ketakutan ketika melintasi sebuah tikungan menuju Manggar karena pada puncak sebuah pohon jemang besar persis di seberang tikungan itu sering tampak api berkobar-kobar. Jemang Hantu, demikian julukan tempat angker itu. Kejadian itu selalu tengah malam setelah turun hujan dan sudah menjadi cerita seram yang melegenda. Sulit untuk mengatakan bahwa para pengendara telah salah lihat apalagi berbohong karena di antara mereka yang telah menyaksikan pemandangan horor itu adalah Zaharudin bin Abu Bakar, ustad muda kampung kami yang pantang berdusta.