Maka Societeit turun tangan melakukan semacam riset. Setelah sepanjang sore turun hujan malamnya mereka mengendap-endap di sekitar jemang angker tadi untuk melakukan pengamatan. Tak lama setelah lewat tengah malam mereka memang menyaksikan api berkobar-kobar di puncak pohon itu namun pada saat itu pula mengerti jawabannya. Mereka berhasil menghancurkan mitos angker pohon jemang yang telah puluhan tahun menciutkan nyali orang kampung. Letupan api itu sesungguhnya berasal dari kabel listrik tegangan tinggi yang korslet karena air hujan. Tiang kabel itu berjarak kirakira 120 meter dari puncak pohon dan ketinggian keduanya sepadan sehingga jika dilihat dari jauh. sebelum memasuki tikungan seolaholah letupan korslet yang menimbulkan bunga-bunga api itu berkobar-kobar dari puncak pohon jemang.
JIKA tiba dari pengembaraan mistiknya, Mahar dan Flo selalu membawa cerita-cerita seru ke sekolah. Misalnya suatu hari mereka berkisah bahwa di tengah sebuah hutan yang gelap mereka menemukan kuburan dengan ukuran tambak hampir tiga kali enam meter dan jarak antara kedua nisannya hampir lima meter. Karena orang Melayu selalu memasang nisan di sekitar kepala dan ujung kaki maka dapat diperkirakan ukuran jasad yang terkubur di bawahnya adalah ukuran manusia yang luar biasa besar.
Flo memulai kisah bahwa ia menemukan piring-piring dari tanah liat di sekitar kuburan dengan ukuran seperti dulang dan kondisinya masih utuh. Ia juga menemukan berbagai jenis kendi yang tidak rusak dan terkubur dangkal. Flo dengan dingin saja memberi tahu kami bahwa ia tidur paling dekat dengan nisan-nisan itu dan tak sedikit pun merasa takut. Ia menceritakan sebuah pengalaman yang mendirikan bulu kuduk seolah sebuah cerita lucu tentang baru saja meminumkan susu pada anak-anak kucing persia di rumahnya. Ingin kukatakan padanya bahwa gerabah-gerabah arkeologi itu memang tidak rusak tapi yang rusak adalah otaknya. Sebaliknya versi Mahar jauh lebih menarik. Ia memberi penjelasan pengetahuan tentang hubungan beberapa kuburan purba bertambak superbesar di Belitong dengan teori-teori para arkeolog terkenal seperti Barry Chamis atau Harold T. Wilkins yang percaya bahwa pada suatu masa yang lampau manusia-manusia raksasa pernah menjelajahi bumi. Ia membuat analogi yang menarik, logis, dan lengkap dengan analisis waktu tentang kuburan itu dengan hal ikhwal tengkorak manusia raksasa Pasnuta yang ditemukan di Omaha atau kerangka tak utuh manusia yang digali dari situs-situs kuburan purba di Dataran Tinggi Golan. Jika direkonstruksi kerangka-kerangka itu membentuk manusia setinggi hampir enam meter.
Maka cerita Mahar selalu mengandung ilmu. Dia memang seorang eksentrik yang berdiri di area abu-abu antara imajinasi dan kenyataan, tapi tak diragukan bahwa ia cerdas, pemikirannya terstruktur dengan baik, dan pengetahuan dunia gaibnya amat luas. Mahar dan Flo duduk santai pada cabang rendah filicium seperti para paderi tukang cerita dari sebuah kuil Sikh dan kami, para Laskar Pelangi, bersimpuh membentuk lingkaran, tercengang dengan mata berbinar-binar mendengar keajaiban-keajaiban petilasan mereka dalam dunia magis. Adapun orang lain dari kejauhan hanya akan melihat ikatan persahabatan Laskar Pelangj yang demikian indah. Pada kesempatan lain mereka bercerita tentang petualangan mencari sebuah gua purba tersembunyi yang belum pernah dijamah siapa pun. Gua itu konon berada di tengah rimba dan eksistensinya hanya berdasarkan mitos samar turun-temurun dari sebuah komunitas kecil terasing yang hidup seperti suku primitif di barat daya Belitong. Mereka menyebutnya gua gambar. Tak tahu apa maksud nama itu dan bagi mereka gua itu adalah gua gaib yang tak 'kan pernah ditemukan.
Mendengar kisah itu Societeit berdiri telinganya dan merasa tertantang.
Ketika Societeit mendatangi komunitas yang hanya terdiri dari sebelas kepala keluarga dan mencari informasi tentang gua gambar, pawang suku di sana menertawakan mereka.
"Ananda tak 'kan menemukan gua itu, karena gua itu adalah gua siluman. Gua itu hanya akan menampakkan diri di malam hari yang paling gelap, itu pun hanya bisa dilihat oleh orang-orang gunung terpilih yang tak kita kenal."
Orang-orang gunung adalah cerita konon yang lain. Kami menyebutnya orang Tungkup. Mereka tinggal di gunung dan juga tak pernah dilihat orang kampung.
"Selama tiga hari tiga malam kami berjalan kaki menembus rimba belantara liar untuk mencari gua itu. Pohon-pohon di sana sebesar pelukan empat orang dewasa dengau kanopi menjulang ke langit," demikian cerita Mahar.
"Saking lebatnya hutan itu sinar matahari tak mampu menembus permukaan tanah. Pohon-pohon berlumut, gelap dan lembap, penuh lintah, kelelawar, kadal, macan akar4, luak, dan ularular besar," sambung Flo meyakinkan.